Football5Star.com, Indonesia – Salah satu orang tua Tragedi Kanjuruhan, Devi Athok Zulfitri, masih terpukul. Bahkan, di telinganya masih terngiang betul suara minta tolong dari anaknya yang telah tiada.
Sabtu, 1 Oktober 2022, kericuhan pecah di dalam Stadion Kanjuruhan. Oknum suporter awalnya merangsek masuk ke dalam lapangan dan bikin kepolisian menembakkan gas air mata ke arah tribune. Kabarnya, tembakan gas air mata ke tribune itulah yang jadi penyebab banyaknya korban meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan.

Mereka yang meninggal rata-rata karena kekurangan oksigen. Tak kurang dari 131 nyawa melayang dalam peristiwa tersebut. Dua di antara korban Tragedi Kanjuruhan itu, yakni Natasha Dey Ramadhani dan Nayla Deby Anggraeni, merupakan buah hati Athok. Pria berusia 48 tahun itu masih tak menyangka, niatnya mengajak sang anak menyaksikan laga Arema FC berujung jadi mimpi buruk.
“Sampai hari ini suara minta tolong masih terngiang di kuping saya. Semoga arwah kedua anak saya tenang di alam sana, semoga Allah mengampuni dosa dosanya dan menempatkannya dalam surga,” ungkap Athok dikutip dari Berita Jatim.

“Tasha mewarisi kecintaan saya terhadap sepakbola dan pendukung Arema. Sejak kecil, Tasha sudah sering ikut saya melihat pertandingan Arema. Tidak hanya laga home. Saya dan Tasha kerap mengikuti tim Arema jika bertanding ke luar Kota. Ke Jakarta, Magelang sampai ke Bali,” sambung dia.
Korban Tragedi Kanjuruhan Sebut Ini Genosida
Athok pun menilai kalau peristiwa di Kanjuruhan bukan lagi soal sepak bola. Dia bahkan menyebut kalau inimerupakan genosida yang artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah salah satu bentuk kejahatan dengan memusnahkan kelompok masyarakat tertentu secara sistematis dan disengaja.

“Ini bukan kerusuhan suporter bola mas. Ini sudah genosida penembakan gas air mata. Pembunuhan, karena gas air mata efeknya tidak seperti itu. Saya ini berkali-kali terkena gas air mata saat tur tandang bersama Tasya ketika Arema bertanding ke luar kota,” tutup dia.